Senin, 07 November 2016

Kimia Organik Fisik

KONSEP-KONSEP DALAM STRUKTUR MOLEKUL SENYAWA ORGANIK
Berikut adalah konsep-konsep dalam struktur molekul organik dalam kimia organik fisik :

1. Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah kecenderungan suatu atom untuk bermuatan negatif atau untuk menangkap elektron dari atom lain. Besarnya keelektronegatifan dapat diukur dengan menggunakan skala Pauling. Harga skala Pauling berkisar antara 0,7 – 4,0. Unsur-unsur dalam periode yang sama dari kiri ke kanan, muatan inti atom makin bertambah sehingga gaya tarik inti ke elektron terluar bertambah. Akibatnya, jari-jari atom makin kecil, energi ionisasi makin besar, afinitas elektron makin besar (makin negatif), dan kecenderungan untuk menarik elektron makin besar.

2. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah ikatan intermolekul (antarmolekul), dan bukan ikatan intramolekul (“di dalam-molekul”). Mereka terjadi tidak hanya pada air tetapi dalam molekul polar lain di mana atom hidrogen positif tertarik ke atom negatif dalam molekul di dekatnya. Ikatan hidrogen termasuk ikatan kimia yang relatif lebih lemah. Misalnya, mereka jauh lebih lemah dari ikatan yang memegang atom bersama di dalam molekul senyawa kovalen.

3. Gaya Van Der Waals
Gaya Van der Waals dikenalkan oleh seorang ahli fisika bangsa Belanda, yaitu J.D. Van der Waals. Beliau menemukan adanya gaya tarik yang sangat lemah antarmolekul gas, misalnya antarmolekul gas Cl2 dan Br2 terjadi gaya tarik yang lemah. Jika terjadi penurunan suhu pada gas, gaya tarik antarmolekulnya semakin kuat dan pada suhu yang cukup rendah molekul-molekul gas akan mengelompok membentuk tetes-tetes cairan (mengembun). Gaya Van der Waals dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gaya disperse dan gaya dipol-dipol. Molekul dapat menarik satu sama lain pada jarak sedang dan saling tolak pada jarak dekat. Gaya yang menarik secara kolektif disebut “van der Waals”.

4. Polarizabilitas
Senyawa polar memiliki perbedaan keelektronegatifan yang besar, perbedaan harga ini mendorong timbulnya kutub kutub listrik yang permanen ( dipol permanent). Jadi antar molekul polar terjadi gaya tarik dipol permanent. Senyawa non polar memiliki perbedaan keelektronegatifan yang kecil, bahkan untuk senyawa biner dwiatom (seperti O2,H2) perbedaan keelektronegatifannya = 0 . Bila terdapat senyawa non polar terjadi gaya tarik dipol sesaat   ( gaya dispersi/ gaya london ) gaya ini terjadi akibat muatan + inti atom salah satu atom menginduksi elektron atom lain sehingga terjadilah kutub kutub yang sifatnya sesaat.

5. Gugus Fungsi
Gugus fungsi adalah gugus atom dalam molekul yang menentukan ciri atau sifat suatu senyawa.  Gugus fungsi ini merupakan atom selain atom karbon dan atom hidrogen dalam senyawa hidrokarbon dan membentuk ikatan rangkap. Adapun bagian-bagian dari molekul yang hanya terdiri dari atom karbon dan hidrogen saja serta hanya mengandung ikatan tunggal saja disebut gugus-gugus non fungsional.
Gugus Fungsi Senyawa Karbon :

6. Efek Induksi
Dalam suatu ikatan kovalen tunggal dari atom yang tak sejenis, pasangan electron yang membentuk ikatan sigma, tidak pernah terbagi secara merata di antara kedua atom. Electron memiliki kecenderungan untuk tertarik sedikit ataupun banyak kearah atom yang lebih elektronegatif dari keduanya. Misalnya dalam suatu alkil klorida, kerapatan electron cenderung lebih besar pada daerah didekat atom Cl daripada atom C. sebagai penunjuk bahwa atom yang satu lebih elektronegatif, secara umum dituliskan sebagai berikut:
Jika atom karbon terikat pada klorin dan ia sendiri berikatan pada atom karbon selanjutnya, efek induksi dapat diteruskan pada karbon tetangganya. Akibat dari pengaruh atom klorin, electron pada ikatan karbon klorin didermakan sebagian ke klorin, sehingga menyebabkan C1 sedikit kekurangan electron. Keadaan C1 ini menyebabkan C2 mesti mendermakan juga sebagian elektronnya pada ikatan C2 dengan C1 agar menutupi kekurangan electron di C1. Begitu seterusnya. Namun, efek ini dapat hilang pada suatu ikatan jenuh (ikatan rangkap), efek induktif ini juga semakin mengecil jika melewati C2. Pengaruh distribusi electron pada ikatan sigma ini dikenal sebagai efek induksi. Sebagai perbandingan relatifitas efek induksi, kita memilih atom hydrogen sebagai molekul standarnya, misalnya CR3-H.

7. Resonansi
Resonansi adalah delokalisasi elektron pada molekul atau ion poliatomik tertentu dimana ikatannya tidak dapat dituliskan dalam satu struktur Lewis. Struktur molekul atau ion yang mempunyai delokaliasi elektron disebut dengan struktur resonan.
Resonansi secara singkat dapat dikatakan dengan suatu molekul yang strukturnya sama tetapi konfigurasi elektronnya berbeda. Masing-masing struktur resonan dapat melambangkan struktur Lewis, dengan hanya satu ikatan kovalen antara masing-masing pasangan atom. Beberapa struktur Lewis digunakan bersama-sama untuk menjelaskan struktur molekul. Namun struktur tersebut tidak tetap, melainkan ada sebuah osilasi antara ikatan rangkap dengan elektron, saling berbolak-balik. Maka dari itu disebut dengan resonansi. Struktur yang sebenarnya mungkin saja adalah peralihan dari dua struktur resonan. Bentuk peralihan (intermediet) dari struktut resonan disebut dengan hibrida resonan.
            Resonansi dalam kimia diberi simbol garis dengan dua arah panah (↔). Perhatikan contoh resonansi ozon (O3) berikut ini:
Pada ozon, terdapat perpindahan elektron antar inti yang dijelaskan dengan anak panah. Perhatikan contoh berikut:

8. Hiperkonjugasi

Hiperkonjugasi merupakan delokalisasi yang melibatkan elektron σ. Hiperkonjugasi dapat dipandang sebagai overlap antara orbital σ ikatan C-H dengan orbital π ikatan C=C, analog dengan overlap π-π. Hiperkonjugasi disebut juga resonansi tanpa ikatan. Secara singkat efek hiperkonjugasi merupakan perubahan dari suatu ikatan C-H menjadi ikatan C=C atau C≡C oleh Hα. Hiperkonjugasi dapat meningkatakan kestabilan molekul dengan semakin banyaknya Hα maka suatu molekul tersebut akan semakin stabil.

Contoh:
Ikatan dalam Etana.
Kedua atom karbon dalam etana adalah tetrahedral. Tiap karbon menggunakan 4 orbital sp3 untuk membentuk 4 ikatan kovalen.


9. Tautomeri

Suatu senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam, dapat berada dalam dua bentuk yang disebut tautomer : suatu tautomer keto dan sebuah tautomer enol. Tautomer adalah isomer-isomer yang berbeda satu dengan yang lainnya hanya pada posisi ikatan rangkap dan sebuah atom hidrogen berhubungan. Tautomer keto suatu senyawa karbonil mempunyai struktur karbonil seperti diharapkan. Tautomer enol (dari –ena+-ol) yang merupakan suatu alcohol vinilik, terbentuk dengan serah-terima sebuah hidrogen asam dari karbon α ke oksigen karbonil. Karena atom hidrogen berada dalam posisi yang berlainan, kedua bentuk tautometrik ini bukanlah struktur-resonansi, melainkan dua struktur berlainan yang berada dalam kesetimbangan. (harus diingat bahwa struktur-struktur resonansi berbeda hanya dalam posisi elektron).
Tautomeri adalah perpindahan atom dalam satu molekul menjadi isomer. contohnya perubahan keto menjadi enol, amin menjadi imin. Tatomeri dapat mempengaruhi kereaktifan suatu senyawa. Suatu pengecualian terhadap sifat keton yang tidak mudah teroksidasi, ialah oksidasi keton yang memiliki sekurang-kurangnya suatu hidrogen alfa. Suatu keton yang dapat menjalani tautomeri dapat dioksidasi oleh zat-pengoksidasi kuat pada ikatan rangkap karbon-karbon (dari) tautomer enolnya. Rendemen reaksi ini tidak diguakan untuk kerja sinetik, tetapi  sering digunakan dalam penuturan struktur.




10. Regangan Ruang
Regangan ruang adalah besarnya regangan pada struktur senyawa kimia berbentuk siklik untuk menunjukkan seberapa besarnya regangan ruang dari cicin siklik tersebut. Sikloalkana adalah golongan senyawa hidrokarbon jenuh yang rantai atom-atom karbon-karbonnya tertutup (membentuk cincin), sehingga termasuk hidrokarbon siklik.Kestabilan (ketidakreaktifan) sikloalkana pada mulanya dijelaskan dengan “teori regangan Bayer” (Baeyer’s strain theory). Menurut teori ini, senyawa siklik seperti halnya sikloalkana membentuk cincin datar. Bila sudut-sudut ikatan dalam senyawa siklik menyimpang dari sudut ikatan tetrahedral (109,50) maka molekulnya mengalami regangan. Makin besar penyimpangannya terhadap sudut ikatan tetrahedral, molekulnya makin regang, dan berakibat molekul tersebut makin reaktif. Jika ditinjau dari segi regangan cincinnya, yang dihitung berdasarkan harga kalor pembakaran, terbukti bahwa harga regangan total cincin yang terbesar adalah pada siklopropana, siklobutana, dan siklopentana. 




Sumber :
https://lilisfitri.wordpress.com/2016/04/13/kepolaran-senyawa/
http://imelledis.blogspot.co.id/2016/09/orbital-hibridisasi.html
http://atom-green.blogspot.co.id/2013/10/tautomeri.html

12 komentar:

  1. Terimakasih, pemaparan ini sudah cukup jelas dan membantu😊

    BalasHapus
  2. Terimakasih, materinya sangat mendidik dan lebih jelas ☺

    BalasHapus
  3. Terimkasih atas materinya. Mau tanya dong contoh untuk regangan ruang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya, baiklah akan saya coba untuk menjawabnya.
      Regangan terjadi karena adanya penyimpangan dari sudut ikatan tetrahedal. Makin besar penyimpangan dari sudut ikatan tetrahedal makin besar regangannya, yang berakibat makin reaktif pula contoh dari regangan ruang adalah:
      Siklopropana memiliki regangan cincin 27,6 kkal/mol, Siklobutana memiliki regangan cincin 26,3 kkal/mol, Siklopentana memiliki regangan cincin 6,5 kkal/mol, dan lainnya.

      Hapus
  4. Maaf sya mau tanya mengenai ikatan hidrogen. Adakah ada faktor lain dari regangn ruang yg anda paparkn. Mhon penjlasannya? trima kasih.

    BalasHapus
  5. Maaf sya mau tanya mengenai regangan ruang. Adakah ada faktor lain dari regangn ruang yg anda paparkn. Mhon penjlasannya? trima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baiklah, Terimakasih atas pertanyaannya.
      Menurut “teori regangan Baeyer” (Baeyer’s strain theory). senyawa siklik seperti halnya sikloalkana membentuk cincin datar. Bila sudut-sudut ikatan dalam senyawa siklik menyimpang dari sudut ikatan tetrahedral (109,50) maka molekulnya mengalami regangan. Makin besar penyimpangannya terhadap sudut ikatan tetrahedral, molekulnya makin regang, dan berakibat molekul tersebut makin reaktif.

      Hapus
  6. Terimakasih untuk materinya. Saya mau tanya bagaimana faktor senyawa asam karboksilat antara asam asetat dengan asam ά-kloro asetat terhadap efek induksi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pertanyaannya. sifat induksi terjadi karena adanya perbedaan keelektronegatifan . Gejala elektrostatik diteruskan melalui rantai karbon. Efek induksi terdiri atas dua yaitu +I(pendorong electron) dan –I (penarik electron). Menurut konvensi gugus penarik electron yang lebih besar dari hydrogen H merupakan efek induksi –I sedangkan gugus penarik electron yang lebih lemah dari hydrogen H merupakan efek induksi +I.Senyawa asam karboksilat antara asam asetat dengan asam ά-kloro asetat, sifat keasaman ke dua senyawa akan berbeda , dimana gugus metil CH3 pada asam asetat bersifat +I (pendorong electron) sehingga atom C pada gugus karboksilat lebih bermuatan positif sehingga H+ dari asam asetat sulit lepas daripada asam ά-kloro asetat. Jika H+ susah lepas maka keasaman akan berkurang (Ka kecil) dan pKa besar. Gugus Cl pada posisi ά pada asam ά-kloro asetat bersifat sebagai –I (penarik electron) sehingga atom C pada gugus karboksilat kurang bermuatan positif sehingga H+ dari asam asetat mudah lepas maka keasaman akan bertambah (Ka besar) dan pKa kecil. Jadi sifat keasaman senyawa ά-kloro asetat > asam asetat.
      Maka dari itu, sifat induksi yang dimiliki senyawa tersebut mempengaruhi reaktivitas molekul senyawa organic tersebut.

      Hapus
  7. sebelumnya terima kasih saudari patricia materi anda sangat baik dan bermanffat, namun dapatkah anda menjelaskan kembali secara jelas dan ringkas mengenai regangan ruang.
    terima kasih

    BalasHapus
  8. Terima kasih atas imformasi nya, sangat bermanfaat

    BalasHapus