KONSEP-KONSEP
DALAM STRUKTUR MOLEKUL SENYAWA ORGANIK
Berikut adalah konsep-konsep dalam struktur
molekul organik dalam kimia organik fisik :
1.
Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah kecenderungan
suatu atom untuk bermuatan negatif atau untuk menangkap elektron dari atom
lain. Besarnya keelektronegatifan dapat diukur dengan menggunakan skala
Pauling. Harga skala Pauling berkisar antara 0,7 – 4,0. Unsur-unsur dalam
periode yang sama dari kiri ke kanan, muatan inti atom makin bertambah sehingga
gaya tarik inti ke elektron terluar bertambah. Akibatnya, jari-jari atom makin
kecil, energi ionisasi makin besar, afinitas elektron makin besar (makin
negatif), dan kecenderungan untuk menarik elektron makin besar.
2. Ikatan Hidrogen
Ikatan
hidrogen adalah ikatan intermolekul (antarmolekul), dan bukan ikatan
intramolekul (“di dalam-molekul”). Mereka terjadi tidak hanya pada air tetapi
dalam molekul polar lain di mana atom hidrogen positif tertarik ke atom negatif
dalam molekul di dekatnya. Ikatan hidrogen termasuk ikatan kimia yang relatif
lebih lemah. Misalnya, mereka jauh lebih lemah dari ikatan yang memegang atom
bersama di dalam molekul senyawa kovalen.
3. Gaya
Van Der Waals
Gaya Van der Waals
dikenalkan oleh seorang ahli fisika bangsa Belanda, yaitu J.D. Van der Waals.
Beliau menemukan adanya gaya tarik yang sangat lemah antarmolekul gas, misalnya
antarmolekul gas Cl2 dan Br2 terjadi gaya tarik yang
lemah. Jika terjadi penurunan suhu pada gas, gaya tarik antarmolekulnya semakin
kuat dan pada suhu yang cukup rendah molekul-molekul gas akan mengelompok
membentuk tetes-tetes cairan (mengembun). Gaya Van der Waals dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu gaya disperse dan gaya dipol-dipol. Molekul dapat
menarik satu sama lain pada jarak sedang dan saling tolak pada jarak dekat.
Gaya yang menarik secara kolektif disebut “van der Waals”.
4. Polarizabilitas
Senyawa polar memiliki perbedaan
keelektronegatifan yang besar, perbedaan harga ini mendorong timbulnya kutub
kutub listrik yang permanen ( dipol permanent). Jadi antar molekul polar
terjadi gaya tarik dipol permanent. Senyawa non polar memiliki perbedaan
keelektronegatifan yang kecil, bahkan untuk senyawa biner dwiatom (seperti O2,H2)
perbedaan keelektronegatifannya = 0 . Bila terdapat senyawa non polar terjadi
gaya tarik dipol sesaat ( gaya dispersi/ gaya london ) gaya ini
terjadi akibat muatan + inti atom salah satu atom menginduksi elektron atom
lain sehingga terjadilah kutub kutub yang sifatnya sesaat.
5.
Gugus Fungsi
Gugus
fungsi adalah gugus atom dalam molekul yang menentukan ciri atau sifat suatu
senyawa. Gugus fungsi ini merupakan atom selain atom karbon dan atom
hidrogen dalam senyawa hidrokarbon dan membentuk ikatan rangkap. Adapun
bagian-bagian dari molekul yang hanya terdiri dari atom karbon dan hidrogen
saja serta hanya mengandung ikatan tunggal saja disebut gugus-gugus non
fungsional.
Gugus
Fungsi Senyawa Karbon :
6.
Efek Induksi
Dalam suatu ikatan kovalen tunggal dari atom
yang tak sejenis, pasangan electron yang membentuk ikatan sigma, tidak pernah
terbagi secara merata di antara kedua atom. Electron memiliki kecenderungan
untuk tertarik sedikit ataupun banyak kearah atom yang lebih elektronegatif
dari keduanya. Misalnya dalam suatu alkil klorida, kerapatan electron cenderung
lebih besar pada daerah didekat atom Cl daripada atom C. sebagai penunjuk bahwa
atom yang satu lebih elektronegatif, secara umum dituliskan sebagai berikut:
Jika atom karbon terikat pada klorin dan ia
sendiri berikatan pada atom karbon selanjutnya, efek induksi dapat diteruskan
pada karbon tetangganya. Akibat dari pengaruh atom klorin, electron pada ikatan
karbon klorin didermakan sebagian ke klorin, sehingga menyebabkan C1 sedikit
kekurangan electron. Keadaan C1 ini menyebabkan C2 mesti mendermakan juga sebagian
elektronnya pada ikatan C2 dengan C1 agar menutupi kekurangan electron di C1.
Begitu seterusnya. Namun, efek ini dapat hilang pada suatu ikatan jenuh (ikatan
rangkap), efek induktif ini juga semakin mengecil jika melewati C2. Pengaruh
distribusi electron pada ikatan sigma ini dikenal sebagai efek induksi. Sebagai
perbandingan relatifitas efek induksi, kita memilih atom hydrogen sebagai
molekul standarnya, misalnya CR3-H.
7.
Resonansi
Resonansi adalah delokalisasi elektron pada
molekul atau ion poliatomik tertentu dimana ikatannya tidak dapat dituliskan
dalam satu struktur Lewis. Struktur molekul atau ion yang mempunyai delokaliasi
elektron disebut dengan struktur resonan.
Resonansi secara
singkat dapat dikatakan dengan suatu molekul yang strukturnya sama tetapi
konfigurasi elektronnya berbeda. Masing-masing struktur resonan dapat
melambangkan struktur Lewis, dengan
hanya satu ikatan kovalen antara masing-masing pasangan atom. Beberapa struktur
Lewis digunakan bersama-sama untuk menjelaskan struktur molekul. Namun struktur
tersebut tidak tetap, melainkan ada sebuah osilasi antara ikatan rangkap dengan
elektron, saling berbolak-balik. Maka dari itu disebut dengan resonansi.
Struktur yang sebenarnya mungkin saja adalah peralihan dari dua struktur
resonan. Bentuk peralihan (intermediet) dari struktut resonan disebut dengan
hibrida resonan.
Resonansi dalam kimia diberi simbol garis dengan dua arah panah (↔). Perhatikan contoh resonansi ozon (O3) berikut ini:
Resonansi dalam kimia diberi simbol garis dengan dua arah panah (↔). Perhatikan contoh resonansi ozon (O3) berikut ini:
Pada ozon, terdapat perpindahan elektron
antar inti yang dijelaskan dengan anak panah. Perhatikan contoh berikut:
8. Hiperkonjugasi
Hiperkonjugasi merupakan delokalisasi yang melibatkan elektron σ. Hiperkonjugasi dapat
dipandang sebagai overlap antara orbital σ ikatan C-H dengan orbital π ikatan
C=C, analog dengan overlap π-π. Hiperkonjugasi disebut juga resonansi tanpa
ikatan. Secara singkat efek hiperkonjugasi merupakan perubahan dari suatu
ikatan C-H menjadi ikatan C=C atau C≡C oleh Hα. Hiperkonjugasi dapat
meningkatakan kestabilan molekul dengan semakin banyaknya Hα maka suatu molekul
tersebut akan semakin stabil.
Contoh:
Ikatan dalam Etana.
Kedua atom karbon dalam
etana adalah tetrahedral. Tiap karbon menggunakan
4 orbital sp3 untuk membentuk 4 ikatan kovalen.
9.
Tautomeri
Suatu
senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam, dapat berada
dalam dua bentuk yang disebut tautomer : suatu tautomer keto dan sebuah
tautomer enol. Tautomer adalah isomer-isomer yang berbeda satu dengan
yang lainnya hanya pada posisi ikatan rangkap dan sebuah atom hidrogen
berhubungan. Tautomer keto suatu senyawa karbonil mempunyai struktur karbonil
seperti diharapkan. Tautomer enol (dari –ena+-ol) yang merupakan
suatu alcohol vinilik, terbentuk dengan serah-terima sebuah hidrogen asam dari
karbon α ke oksigen karbonil. Karena atom hidrogen berada dalam posisi yang
berlainan, kedua bentuk tautometrik ini bukanlah struktur-resonansi, melainkan
dua struktur berlainan yang berada dalam kesetimbangan. (harus diingat bahwa
struktur-struktur resonansi berbeda hanya dalam posisi elektron).
Tautomeri adalah
perpindahan atom dalam satu molekul menjadi isomer. contohnya perubahan keto
menjadi enol, amin menjadi imin. Tatomeri dapat mempengaruhi kereaktifan suatu
senyawa. Suatu pengecualian terhadap sifat keton yang tidak mudah teroksidasi,
ialah oksidasi keton yang memiliki sekurang-kurangnya suatu hidrogen alfa.
Suatu keton yang dapat menjalani tautomeri dapat dioksidasi oleh
zat-pengoksidasi kuat pada ikatan rangkap karbon-karbon (dari) tautomer enolnya.
Rendemen reaksi ini tidak diguakan untuk kerja sinetik, tetapi sering
digunakan dalam penuturan struktur.
10. Regangan Ruang
Regangan ruang adalah
besarnya regangan pada struktur senyawa kimia berbentuk siklik untuk
menunjukkan seberapa besarnya regangan ruang dari cicin siklik tersebut. Sikloalkana adalah golongan senyawa hidrokarbon
jenuh yang rantai atom-atom karbon-karbonnya tertutup (membentuk cincin), sehingga
termasuk hidrokarbon siklik.Kestabilan (ketidakreaktifan) sikloalkana pada
mulanya dijelaskan dengan “teori regangan Bayer” (Baeyer’s strain theory).
Menurut teori ini, senyawa siklik seperti halnya sikloalkana membentuk cincin
datar. Bila sudut-sudut ikatan dalam senyawa siklik menyimpang dari sudut
ikatan tetrahedral (109,50) maka molekulnya mengalami regangan.
Makin besar penyimpangannya terhadap sudut ikatan tetrahedral, molekulnya makin
regang, dan berakibat molekul tersebut makin reaktif. Jika ditinjau dari segi
regangan cincinnya, yang dihitung berdasarkan harga kalor pembakaran, terbukti
bahwa harga regangan total cincin yang terbesar adalah pada
siklopropana, siklobutana, dan siklopentana.
Sumber :
https://lilisfitri.wordpress.com/2016/04/13/kepolaran-senyawa/
http://imelledis.blogspot.co.id/2016/09/orbital-hibridisasi.html
http://atom-green.blogspot.co.id/2013/10/tautomeri.html
Thanks for infonya siss😊
BalasHapusTerimakasih, pemaparan ini sudah cukup jelas dan membantu😊
BalasHapusTerimakasih, materinya sangat mendidik dan lebih jelas ☺
BalasHapusTerimkasih atas materinya. Mau tanya dong contoh untuk regangan ruang?
BalasHapusTerimakasih atas pertanyaannya, baiklah akan saya coba untuk menjawabnya.
HapusRegangan terjadi karena adanya penyimpangan dari sudut ikatan tetrahedal. Makin besar penyimpangan dari sudut ikatan tetrahedal makin besar regangannya, yang berakibat makin reaktif pula contoh dari regangan ruang adalah:
Siklopropana memiliki regangan cincin 27,6 kkal/mol, Siklobutana memiliki regangan cincin 26,3 kkal/mol, Siklopentana memiliki regangan cincin 6,5 kkal/mol, dan lainnya.
Maaf sya mau tanya mengenai ikatan hidrogen. Adakah ada faktor lain dari regangn ruang yg anda paparkn. Mhon penjlasannya? trima kasih.
BalasHapusMaaf sya mau tanya mengenai regangan ruang. Adakah ada faktor lain dari regangn ruang yg anda paparkn. Mhon penjlasannya? trima kasih.
BalasHapusBaiklah, Terimakasih atas pertanyaannya.
HapusMenurut “teori regangan Baeyer” (Baeyer’s strain theory). senyawa siklik seperti halnya sikloalkana membentuk cincin datar. Bila sudut-sudut ikatan dalam senyawa siklik menyimpang dari sudut ikatan tetrahedral (109,50) maka molekulnya mengalami regangan. Makin besar penyimpangannya terhadap sudut ikatan tetrahedral, molekulnya makin regang, dan berakibat molekul tersebut makin reaktif.
Terimakasih untuk materinya. Saya mau tanya bagaimana faktor senyawa asam karboksilat antara asam asetat dengan asam ά-kloro asetat terhadap efek induksi?
BalasHapusTerimakasih atas pertanyaannya. sifat induksi terjadi karena adanya perbedaan keelektronegatifan . Gejala elektrostatik diteruskan melalui rantai karbon. Efek induksi terdiri atas dua yaitu +I(pendorong electron) dan –I (penarik electron). Menurut konvensi gugus penarik electron yang lebih besar dari hydrogen H merupakan efek induksi –I sedangkan gugus penarik electron yang lebih lemah dari hydrogen H merupakan efek induksi +I.Senyawa asam karboksilat antara asam asetat dengan asam ά-kloro asetat, sifat keasaman ke dua senyawa akan berbeda , dimana gugus metil CH3 pada asam asetat bersifat +I (pendorong electron) sehingga atom C pada gugus karboksilat lebih bermuatan positif sehingga H+ dari asam asetat sulit lepas daripada asam ά-kloro asetat. Jika H+ susah lepas maka keasaman akan berkurang (Ka kecil) dan pKa besar. Gugus Cl pada posisi ά pada asam ά-kloro asetat bersifat sebagai –I (penarik electron) sehingga atom C pada gugus karboksilat kurang bermuatan positif sehingga H+ dari asam asetat mudah lepas maka keasaman akan bertambah (Ka besar) dan pKa kecil. Jadi sifat keasaman senyawa ά-kloro asetat > asam asetat.
HapusMaka dari itu, sifat induksi yang dimiliki senyawa tersebut mempengaruhi reaktivitas molekul senyawa organic tersebut.
sebelumnya terima kasih saudari patricia materi anda sangat baik dan bermanffat, namun dapatkah anda menjelaskan kembali secara jelas dan ringkas mengenai regangan ruang.
BalasHapusterima kasih
Terima kasih atas imformasi nya, sangat bermanfaat
BalasHapus